BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Membaca adalah hal yang sangat penting dalam proses
pendidikan, karena dengan membaca kita
akan mengetahui secara lebih luas tentang perkembangan siswa.
Membaca juga sebagai alat
untuk mengukur kemampuan kita tentang membaca, baik bahasa Indonesia maupun
bahasa asing seperti: Bahasa Inggris, Bahasa Jepang, dan Bahasa Belanda.
Membaca adalah sebagai tolak
ukur kemampuan siswa terhadap mata pelajaran, sejauh manakah siswa
memperhatikan pelajarannya. Disamping itu membaca adalah bagian dari pendidkan
untuk bersaing dalam pendidikan baik dalam negeri maupun luar negeri.
Peran pemerintah terhadap
kurangnya minat baca bagi siswa / siswi MAS Watu Lendo adalah dengan memotivasi
siswa / siswi tentang pentingnya membaca. Dengan memberikan hadiah kepada siswa
/ siswi yang berprestasi dan memberikan sumbangan kepada anak yang kurang
mampu.
Mengadakan seminar nasional
untuk menambah wawasan anak siswa / siswi, dan mengadakan lomba pidato pada
hari-hari besar separti pada tanggal 17 Agustus. Pemerintah adalah faktor pendukung
dalam kegiatan pendidikan khususnya membaca.
Siswa kurang memahami
pentingnya membaca dan tidak ada motivasi dalam diri siswa terhadap membaca.
Beberapa pengaruh kurangnya minat baca siswa / siswi yaitu:
1. Lingkungan
Lingkungan adalah sebagai tempat yang yang sangat
mempengaruhi kurangnya minat baca siswa siswi. Jika lingkungan itu terbiasa
dengan bermalas-malasan dan santai tanpa kerja keras maka hasil akhirnya juga
tidak membawa arti apa-apa.
2. Pergaulan
bebas:
Pergaulan
bebas adalah suatu tindakan tanpa sadar dan tidak bercermin pada diri sebelum
bertindak.
3. Kurangnya
perhatian dari keluarga:
Keluarga
adalah bagian yang terkecil dalam masyarakat, kita mengenal tiga macam
lingkungan dalam kehidupan keluarga yang sangat mempengaruhi minat baca siswa /
siswi:
a. Keluarga
sadar akan pentingnya pendidikan membaca bagi siswa / siswi. Keluarga juga
mendorong anak untuk kemajuan dalam pendidikan membaca.
b. Keluarga
yang acuh tak acuh terhadap pendidikan membaca. Keluarga semacam ini tidak
mengambil peran atau mendorong anak membaca.
c. Keluaraga
anti pati terhadap dampak dari pendidikan membaca atau menyikapi kebencian
terhadap membaca, yang dilakukan putra-putrinya keluarga yang lain.
4.
Motivasi
Intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang
menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam
diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh
seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya,
ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari
segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang
dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang
terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai contoh konkrit,
seorang siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul ingin mendapat
pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara
konstruktif, tidak karena tujuan yang lain-lain. “intrinsik motivations are
inherent in the learning situations and meet pupil-needs and purposes”. Itulah
sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang
di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan
dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan aktivitas belajarnya. Seperti
tadi dicontohkan bahwa seorang belajar, memang benar-benar ingin mengetahui
segala sesuatunya, bukan karena ingin pujian atau ganjaran.
5.
Motivasi
Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh itu seseorang
itu belajar,karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan akan
mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya,atau temannya. Jadi
yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin
mendapatkan nilai yang baik,atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau dilihat dari
segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan
esensi apa yang dilakukannyn itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat
juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar
dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak
berkaitan dengan aktivitas belajar.
Aktivitas
belajar bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan yang terlepas dari factor lain.
Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang melibatkan unsure jiwa dan raga.
Belajar tak akan pernah dilakukan tanpa suatu dorongan yang kuat baik dari
dalam yang lebih utama maupun dari luar sebagai upaya lain yang tak kalah
pentingnya.
Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas belajar seseorang
itu dalam pembahasan ini disebut motivasi. Motivasi adalah gejala psikologis
dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri sesorang sadar atau tidak sadar
untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi bisa juga dalam
bentuk usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang
tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya
Motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas
belajar seseorang. Tidak ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi. Tidak ada
motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Agar peranan motivasi lebih
optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam belajar tidak hanya diketahui,
tetapi juga harus diterangkan dalam aktivitas belajar mengajar. Ada beberapa
prinsip motivasi dalam belajar seperti dalam uraian berikut.
6.
Motivasi
Sebagai Dasar Penggerak Yang Mendorong Aktivitas Belajar
Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang
mendorongnya motivasilah sebagai dasar penggeraknya yang mendorong sseorang
untuk belajar. Seseorang yang berminat untuk belajar belum sampai pada tataran
motivasi belum menunjukkan aktivitas nyata. Minat merupakan kecenderungan
psikologis yang menyenangi sesuatu objek, belum sampai melakukan kegiatan.
Namun, minat adalah motivasi dalam belajar. Minat merupakan potensi psikologi
yang dapat dimanfaatkan untuk menggali motivasi. Bila seseorang sudah termotivasi
untuk belajar maka dia melakukan aktivitas belajar dalam rentangan waktu
tertentu. Oleh karena itulah, motivasi diakui sebagi dasar penggerak yang
mendorong aktivitas belsajar seseorang.
7.
Motivasi
Intrinsik Lebih Utama Daripada Motivasi Ekstrinsik Dalam Belajar
Dari seluruh kebijakan pengajaran, guru lebih banyak
memutuskan memberikan motivasi ekstrinsik kepada setiap anak didik. Tidak
pernah ditemukan guru yang tidak memakai motivasi ekstrinsik dalam pengajaran.
Anak didik yang malas belajar sangat berpotensi untuk diberikan motivasi
ekstrinsik oleh guru supaya dia rajin belajar.
Efek yang tidak diharapkan dari pemberian motivasi
ekstrinsik adalah kecendrungan ketergantungan anak didik terhadap segala
sesuatu di luar dirinya. Selain kurang percaya diri, anak juga bermental
pengharapan dan mudah terpengaruh. Oleh karena itu, motivasi intrinsik lebih
utama dalam belajar.
B. Identifikasi
Masalah
1. Rendahnya
memahami tentang membaca
2. Kurangnya
tenaga pengajar di MAS Watu Lendo
3. Kurangnya
sarana dan prasarana di MAS Watu Lendo
C. Rumusan
Masalah
1. Apakah pengertian membaca menurut para ahli?
2. Apa sajakah bagian-bagian dalam proses
membaca?
3. Apakah jenis-jenis membaca itu?
D. Tujuan
Penelitian
1. Mengembangkan
analisis pembaca lebih jauh tentang pentingnya membaca
2. Agar
pembaca lebih detail memhami tentang kurangnya minat baca bagi siswa MAS Watu
Lendo
E. Manfaat
Penelitian
1. Sebagai
informasi pentingnya membaca bagi siswa MAS Watu Lendo
2. Selain
informasi, juga sebagai peran dan partisipasi masyarakat terhadap kurangnya
minat membaca bagi siswa MAS Watu Lendo
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
1.Pengertian
membaca
a. Anderson:
Membaca adalah melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.
Membaca adalah melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.
b. A.S. Broto:
Membaca adalah mengucapkan lambang bunyi.
c. Henry Guntur Tarigan:
Membaca adalah proses pemerolehan pesan yang disampaikan oleh seorang penulis melalui tulisan.
d. Poerwodarminto:
Membaca adalah melihat sambil melisankan suatu tulisan dengan tujuan ingin mengetahui isinya.
Dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses melisankan dan/atau memahami bacaan atau sumber tertulis untuk memperoleh pesan atau gagasan yang ingin disampaikan penulisnya.
Membaca
adalah aktivitas memahami, menafsirkan, mengingat, lalu yang terakhir adalah
menuliskannya kembali berdasarkan analisis fikiran kita
sendiri.
Menurut
Pawit M. Yusuf dalam kegiatan seminarnya tentang Indeks Baca di Jurusan Ilmu
Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran,
membaca adalah berfikir. Tidak ada manusia yang hidup tanpa berfikir, karena
sebagai mahkluk sosial ia selalu menghadapi berbagai masalah yang perlu
dipecahkan.
Apa
yang diketahui orang melalui kegiatan membaca pada hakikatnya adalah informasi.
Artinya dengan membaca ia mendapatkan sejumlah informasi yang dalam keadaan
tertentu bisa mempengaruhi sikap dan pandangan-pandangannya tentang perilaku
kehidupannya. Sikap bisa berubah karena adanya terpaan informasi, kata Krech,
dkk, (1968). Demikian pula kata Dwyer (1978) bahwa perilaku manusia bisa
berubah karena membaca, meskipun membaca sebenarnya bukan satu-satunya faktor
yang turut mempengaruhi sikap seseorang.
Menurut Kolker (1983: 3) membaca merupakan suatu proses komunikasi antara pembaca dan penulis dengan bahasa tulis. Hakekat membaca ini menurutnya ada tiga hal, yakni afektif, kognitif, dan bahasa. Perilaku afektif mengacu pada perasaan, perilaku kognitif mengacu pada pikiran, dan perilaku bahasa mengacu pada bahasa anak.
Doglass (dalam Cox, 1988: 6) memberikan definisi membaca
sebagai suatu proses penciptaan makna terhadap segala sesuatu yang ada dalam lingkungan tempat pembaca mengembangkan suatu kesadaran.
Sejalan dengan itu
Rosenblatt (dalam Tompkins, 1991: 267) berpendapat bahwa membaca merupakan
proses transaksional. Proses membaca berdasarkan pendapat ini meliputi
langkah-langkah selama pembaca mengkonstruk makna melalui interaksinya dengan
teks bacaan. Makna tersebut dihasilkan melalui proses transaksional. Dengan
demikian, makna teks bacaan itu tidak semata-mata terdapat dalam teks bacaan
atau pembaca saja.
Fredick Mc Donald (dalam Burns, 1996: 8) mengatakan bahwa membaca merupakan rangkaian respon yang kompleks, di antaranya mencakup respon kognitif, sikap dan manipulatif. Membaca tersebut dapat dibagi menjadi beberapa sub keterampilan, yang meliputi: sensori, persepsi, sekuensi, pengalaman, berpikir, belajar, asosiasi, afektif, dan konstruktif. Menurutnya, aktiivitas membaca dapat terjadi jika beberapa sub keterampilam tersebut dilakukan secara bersama-sama dalam suatu keseluruhan yang terpadu.
Syafi'i (1999: 7) juga menyatakan bahwa membaca pada hakekatnya adalah suatu proses yang bersifat fisik atau yang disebut proses mekanis, beberapa psikologis yang berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi.
Adapun Farris (1993: 304) mendefinisikan membaca sebagai pemrosesan kata-kata, konsep, informasi, dan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh pengarang yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman awal pembaca. Dengan demikian, pemahaman diperoleh bila pembaca mempunyai pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dengan apa yang terdapat di dalam bacaan.
Dengan adanya beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca pada hakekatnya adalah suatu proses yang dilakukan oleh pembaca untuk membangun makna dari suatu pesan yang disampaikan melalui tulisan. Dalam proses tersebut, pembaca mengintegrasikan antara informasi atau pesan dalam tulisan dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki.
2. Proses membaca
Menurut beberapa ahli ada beberapa model pemahaman proses membaca, di antaranya model bottom-up, top-down, dan model interaktif. Model botton-up menganggap bahwa pemahaman proses membaca sebagai proses decoding yaitu menerjemahkan simbol-simbol tulis menjadi simbol-simbol bunyi.
Pendapat itu menurut Harjasujana (1986: 34)
sama dengan pendapat Flesch (1955) yang mengatakan bahwa membaca berarti
mencari makna yang ada dalam kombinasi huruf-huruf tertentu.
Begitu juga menurut pendapat
Fries (dalam Harjasujana, 1986: 34) bahwa membaca sebagai kegiatan yang
mengembangkan kebiasaan-kebiasaan merespon pada seperangkat pola yang terdiri
atas lambang-lambang grafis.
Pendapat-pendapat di atas
ternyata ditentang oleh Goodman (dalam Cox, 1998: 270) yang menyatakan bahwa
membaca sebagai proses interaksi yang menyangkut sebuah transaksi antara teks
dan pembaca. Pembaca yang sudah lancar pada umumnya meramalkan apa yang
dibacanya dan kemudian menguatkan atau menolak ramalannya itu berdasarkan apa
yang terdapat dalam bacaan, membaca seperti itu disebut model top-down.
Kedua pendapat yang menyatakan model bottom-up dan model top-down akhirnya dipersatukan oleh Rumelhart dengan nama model interaktif. Rumelhart (dalam Harris dan Sipay, 1980: 8) menyatukan dua pendapat itu dengan alasan bahwa proses belajar membaca permulaan bergantung pada informasi grafis dan pengetahuan yang berada dalam skemata. Membaca merupakan suatu proses menyusun makna melalui interaksi dinamis di antara pengetahuan pembaca yang telah ada dan informasi itu telah dinyatakan oleh bahasa tulis dan konteks situasi pembaca.
Kedua pendapat yang menyatakan model bottom-up dan model top-down akhirnya dipersatukan oleh Rumelhart dengan nama model interaktif. Rumelhart (dalam Harris dan Sipay, 1980: 8) menyatukan dua pendapat itu dengan alasan bahwa proses belajar membaca permulaan bergantung pada informasi grafis dan pengetahuan yang berada dalam skemata. Membaca merupakan suatu proses menyusun makna melalui interaksi dinamis di antara pengetahuan pembaca yang telah ada dan informasi itu telah dinyatakan oleh bahasa tulis dan konteks situasi pembaca.
Burns, dkk. (1996: 6) menyatakan bahwa aktifitas membaca terdiri atas dua bagian, yaitu proses membaca dan produk membaca. Dalam proses membaca ada sembilan aspek yang jika berpadu dan berinteraksi secara harmonis akan menghasilkan komunikasi yang baik antara pembaca dan penulis. Komunikasi antara pembaca dan penulis itu berasal dari pengkonstruksian makna yang dituangkan dalam teks dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Lebih lanjut Burns, dkk.
(1996:8) mengemukakan sembilan proses membaca tersebut yaitu: (1) mengamati
simbol-simbol tulisan, (2) menginterprestasikan apa yang diamati, (3) mengikuti
urutan yang bersifat linier baris kata-kata yang tertulis, (4) menghubungkan
kata-kata (dan maknanya) dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dipunyai,
(5) membuat referensi dan evaluasi materi yang dibaca, (6) mengingat apa yang
dipelajari sebelumnya dan memasukkan gagasan-gagasan dan fakta-fakta baru, (7)
membangun asosiasi, (8) menyikapi secara personal kegiatan/tugas membaca sesuai
dengan interesnya, (9) mengumpulkan serta menata semua tanggapan indera untuk
memahami materi yang dibaca.
3. Periode membaca
1. Prabaca
Menurut Burns, dkk. (1996: 224) siswa akan terdorong memahami keseluruhan materi jika para guru membiasakan kegiatan membaca dengan aktivitas prabaca, saatbaca, dan pascabaca. Tahap-tahap membaca itu tidak sama prosedurnya. Tahap prabaca berbeda dengan tahap saat-baca dan pascabaca sebab tahap-tahap itu memerlukan teknik pembelajaran yang berbeda pula.
Aktivitas pada tahap prabaca sangat berguna bagi mahasiswa untuk membangkitkan pengetahuan sebelumnya. Aktivitas tersebut menurut Burns, dkk. (1996:224) bisa berupa membuat prediksi tentang isi bacaan, dan menyusun pertanyaan tujuan.
Adapun Moore (1991: 22) menyarankan kepada
siswa agar pada prabaca, siswa menganalisis judul bab, subjudul, gambar,
pendahuluan yang dilanjutkan dengan menyusun pertanyaan.
Leo (1994: 5) mempertegas pendapat Moore bahwa
sebelum kegiatan membaca, siswa mensurvei judul bab supaya bisa mengembangkan
membaca secara efektif ,dan bisa mengatur waktunya secara fleksibel.
2. Saat-baca
Aktivitas pada tahap saat-baca merupakan kegiatan setelah prabaca. Kegiatan ini dilakukan siswa untuk memperoleh pengatahuan baru dari kegiatan membaca teks bacaan. Dalam membaca tersebut, siswa akan berusaha secara maksimal memahami teks bacaan dengan berbagai strategi.
2. Saat-baca
Aktivitas pada tahap saat-baca merupakan kegiatan setelah prabaca. Kegiatan ini dilakukan siswa untuk memperoleh pengatahuan baru dari kegiatan membaca teks bacaan. Dalam membaca tersebut, siswa akan berusaha secara maksimal memahami teks bacaan dengan berbagai strategi.
Burns, dkk. (1996:229-236) mengemukakan
beberapa strategi dan aktivitas yang dapat digunakan pada saat-baca untuk meningkatkan
pemahaman tersebut. Strategi dan aktivitas yang dimaksud meliputi strategi
matakognitif, prosedur cloes dan pertanyaan penuntun.
Sedangkan Leo (1994: 8) lebih menekankan pada
kegiatan membaca dengan cara menandai bagian-bagian yang dianggap penting dan
atau membuat ikhtisar bacaan tersebut.
3. Saat-baca
Aktivitas pada tahap pascabaca, menurut Burns, dkk. (1996:237) digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Strategi yang bisa digunakan dalam pascabaca dapat berupa pembelajaran pengayaan, pertanyaan, representasi visual, teater pembaca, penceritaan kembali dan aplikasi.
3. Saat-baca
Aktivitas pada tahap pascabaca, menurut Burns, dkk. (1996:237) digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Strategi yang bisa digunakan dalam pascabaca dapat berupa pembelajaran pengayaan, pertanyaan, representasi visual, teater pembaca, penceritaan kembali dan aplikasi.
4. Jenis-jenis membaca.
Dari Aspek kegiatannya :
1. Membaca Keras
Membaca keras merupakan kegiatan membaca yang menekankan pada ketepatan bunyi, irama, kelancaran, perhatian terhadap tanda baca. Kegiatan membaca seperti ini disebut juga sebagai kegiatan “membaca teknis”.
2. Membaca dalam Hati
Membaca dalam Hati merupakan kegiatan membaca yang bertujuan untuk memperoleh pengertian, baik pokok-pokok maupun rincian-rinciannya. Secara fisik membaca dalam hati harus menghindari vokalisasi, pengulangan membaca, menggunakan telunjuk / petunjuk atau gerakan kepala.
3. Membaca Cepat
Yaitu membaca yang tidak menekankan pada pemahaman rincian-rincian isi bacaan, akan tetapi memahami pokok-pokoknya saja. Membaca ini dapat dilakukan dengan menggerkkan mata dengan pola-pola tertentu.
4. Membaca Rekreatif
Yaitu kegiatan membaca yang bertujuan untuk membina minat dan kecintaan membaca; biasanya bahan bacaab diambil dari cerpen dan novel.
5. Membaca Analitik
Yaitu kegiatan membaca yang bertujuan untuk mencari informasi dari bahan tertulis; menghubungkan satu kejadian dengan kejadian yang lain, menarik kesimpulan yang tidak tertulis secara eksplisit dalam bacaan.
Menurut Bentuknya:
1. Membaca Intensif (Qira’ah Mukatsafah)
Yaitu membaca yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan utama dalam membaca dan memperkaya perbendaharaan kata serta menguasai qawaid yang dibutuhkan dalam membaca.
2. Membaca Ekstensif (Qira’ah Muwassa’ah)
Yaitu membaca yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan.
Banyak definisi membaca pemahaman yang disampaikan oleh para ahli. Definisi itu secara umum mempunyai arti yang hampir sama, yaitu memahami informasi secara langsung yang ada dalam teks bacaan itu dan memahami informasi yang tidak secara langsung dalam teks. Pendapat-pendapat yang mendukung definisi itu diantaranya adalah:
Rubin (1993: 194) mendefinisikan bahwa membaca pemahaman adalah proses pemikiran yang kompleks untuk membangun sejumlah pengetahuan. Membangun sejumlah pengetahuan itu menurut Nola Banton Smith dalam Rubin (1993:195) bisa berupa kemampuan pemahaman literal, interpretatif, kritis, dan kreatif. Hal itu diperkuat oleh Burns (1996:255) bahwa membaca pemahaman terdiri empat tingkatan, yaitu pemahaman literal (literal comprehension), pemahaman interpretatif (interpretative comprehension), pemahaman kritis (critical comprehension) dan pemahaman kreatif (creative comprehension).
Beberapa kemampuan yang ada dalam membaca literal, interpretatif, kritis, dan kreatif dapat diuraikan lebih rinci lagi mulai dari definisi sampai dengan aktivitasnya.
Penjelasan tentang definisi dan aktivitasnya
tersebut, Syafi’ie (1999: 31) mengatakan bahwa pemahaman literal adalah
pemahaman terhadap apa yang dikatakan atau disebutkan penulis dalam teks
bacaan. Pemahaman ini diperoleh dengan memamhami arti kata, kalimat dan paragraf
dalam konteks bacaan itu seperti apa adanya. Dalam pemahaman literal ini tidak
terjadi pendalaman pemahaman terhadap isi inforasi bacaan. Yang terjadi hanya
mengenal dengan mengingat apa yang tertulis dalam bacaan. Untuk membangun
pemahaman literal, pembaca dapat menggunakan kata tanya apa, siapa, kapan,
bagaimana, mengapa.
Membaca interpretatif merupakan kegiatan membaca yang berusaha memahami apa yang dimaksudkan oleh penulis dalam teks bacaan. Kegiatan ini lebih dalam lagi bila dibandingkan dengan membaca literal karena dalam membaca literal pembaca hanya mengenal apa yang tersurat saja, tetapi dalam membaca interpretatif, pembaca ingin juga mengetahui apa yang disampaikan penulis secara tersirat.
Membaca interpretatif merupakan kegiatan membaca yang berusaha memahami apa yang dimaksudkan oleh penulis dalam teks bacaan. Kegiatan ini lebih dalam lagi bila dibandingkan dengan membaca literal karena dalam membaca literal pembaca hanya mengenal apa yang tersurat saja, tetapi dalam membaca interpretatif, pembaca ingin juga mengetahui apa yang disampaikan penulis secara tersirat.
Menurut Syafi’ie
(1999:36) pemahaman interpretatif harus didahului pemahaman literal yang
aktivitasnya berupa: menarik kesimpulan, membuat generalisasi, memahami
hubungan sebab-akibat, membuat perbandingan-perbandingan, menemukan hubungan
baru antara fakta-fakta yang disebutkan dalam bacaan.
Membaca kritis merupakan membaca yang bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu teks bacaan dengan jalan melibatkan diri sebaik-baiknya ke dalam teks bacaan itu. Oleh para ahli membaca kritis ini dipandang sebagai jenis membaca tersendiri sehingga para ahli membuat definisi yang redaksinya berbeda-beda.
Membaca kritis merupakan membaca yang bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu teks bacaan dengan jalan melibatkan diri sebaik-baiknya ke dalam teks bacaan itu. Oleh para ahli membaca kritis ini dipandang sebagai jenis membaca tersendiri sehingga para ahli membuat definisi yang redaksinya berbeda-beda.
Menurut Burns (1996:278) membaca kritis adalah
mengevaluasi materi tertulis, yakni membandingkan gagasan yang tercakup dalam
materi dengan standar yang diketahui dan menarik kesimpulan tentang keakuratan,
dan kesesuaian. Pembaca kritis harus bisa menjadi pembaca yang aktif, bertanya,
meneliti fakta-fakta, dan menggantungkan penilaian/keputusan sampai ia
mempertimbangkan semua materi.
Membaca kreatif merupakan tingkatan membaca pemahaman pada level yang paling tinggi. Pembaca dalam level ini harus berpikir kritis dan harus menggunakan imajinasinya. Dalam membaca kreatif, pembaca memanfaatkan hasil membacanya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya. Kemampuan itu akan bisa memperkaya pengetahuan-pengetahuan, pengalaman dan meningkatkan ketajaman daya nalarnya sehingga pembaca bisa menghasilkan gagasan-gagasan baru.
Membaca kreatif merupakan tingkatan membaca pemahaman pada level yang paling tinggi. Pembaca dalam level ini harus berpikir kritis dan harus menggunakan imajinasinya. Dalam membaca kreatif, pembaca memanfaatkan hasil membacanya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya. Kemampuan itu akan bisa memperkaya pengetahuan-pengetahuan, pengalaman dan meningkatkan ketajaman daya nalarnya sehingga pembaca bisa menghasilkan gagasan-gagasan baru.
BAB
III
HASIL
PENELITIAN
A.
.Penyebab
kurangnya niat baca siswa MAS Watu Lendo:
a. Lingkungan:
Lingkungan adalah sebagai tempat
yang sangat mempengaruhi kurangnya minat baca siswa MAS Watu Lendo. Jika
lingkungan itu terbiasa dengan bermalas-malasan dan santai tanpa kerja keras,
maka hasil akhirnya juga tidak membawa apa-apa.
b.
Pergaulan
bebas:
Pergaulan bebas adalah suatu
tindakan yang tanpa sadar dan ttidak bercermin pada diri sendiri sebelum
bertindak.
c.
Kurangnya
perhatian dari keluarga.
Keluarga
adalah bagian yang terkecil dalam masyarakat.
B.
Dampak
dari kurangnya niat baca
1. Sumber daya manusia
yang kurang .
2. Kekakuan dalam
berbicara dalam kegiatan-kegiatan akademik(forum).
3. Sikap dan prilaku
yang menyimpang dari etika dan norma yang berlaku.
4. Cacat fisik dan
mental dalam perkembangan dan pertumbuhan menuju dewasa.
C.
Solusi
1. Masyarakat mempunyai
andil yang sangat besar untuk melihat perkembangan minat baca siswa / siswi MAS
Watu Lendo.
2. Guru sebagai
pembimbing untuk mengembangkan dan
meningkatkan kreativitas membaca.
3.
Siswa
sadar akan pentingnya membaca untuk mengembangkan potensi dalam dirinya dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
D.
Kesimpulan
Membaca adalah hal yang sangat penting dalam proses
pendidikan, karena dengan membaca kita
akan mengetahui secara lebih luas tentang perkembangan siswa.
Membaca adalah sebagai tolak
ukur kemampuan siswa terhadap mata pelajaran, sejauh manakah siswa
memperhatikan pelajarannya. Disamping itu membaca adalah bagian dari pendidkan
untuk bersaing dalam pendidikan baik dalam negeri maupun luar negeri.
Masyarakat mempunyai
andil yang sangat besar untuk melihat perkembangan minat baca siswa / siswi MAS
Watu Lendo. Guru sebagai pembimbing untuk mengembangkan dan meningkatkan kreativitas membaca. Siswa
sadar akan pentingnya membaca untuk mengembangkan potensi dalam dirinya dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
by: mr. Hartoyo
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Moore (1991: 22)”Membaca”http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/29 juni 2011
Syafi'i
(1999: 7)”Membaca cepat”www.kapan lagi.com.20 juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar